Senin, 07 Oktober 2013

LINGKUNGAN PENDUKUNG DAN PENGHAMBAT PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK



LINGKUNGAN PENDUKUNG DAN PENGHAMBAT
PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK
Dosen Pengampu :Dra. Tuti Hardjayani, M.Si
(Dibuat untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Perkembangan Peserta Didik)


Disusun Oleh:
Indah Safitri                K31120
 Junita Adiningtyas         K3112043
Nur Hidayati               K31120
Scholastika Windy      K31120
Uyun Amali Roshida K31120



PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2013
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL................................................................................................1
DAFTAR ISI................................................................................................................2
KATA PENGANTAR..................................................................................................3
BAB I                                                                       
PENDAHULUAN
            A.LATAR BELAKANG......................................................................................4
            B. RUMUSAN MASALAH.......................................................................4
            C.TUJUAN...............................................................................................4
BAB II
PEMBAHASAN
A.    LINGKUNGAN PERKEMBANGAN....................................................................5
B.     LINGKUNGAN PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK......................................5
C.     INSTANSI-INSTANSI YANG BERPERAN DALAM MEMBANTU PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK............................................ ...................14
BAB III
PENUTUP
            A.KESIMPULAN.......................................................................................................16








KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan YME yang telah melimpahkan karunia-Nya kepada penulis sehingga Makalah yang berjudul “Lingkungan Pendukung dan Penghambat Perkembangan Peserta Didik” ini dapat diselesaikan sesuai dengan rencana.
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk melengkapi tugas mata kuliah Perkembangan Peserta Didik. Makalah  ini memberikan informasi tentang faktor pendukung dan penghambat perkembangan peserta didik serta instansi terkait dalam mengembangkan perkembangan.
Dalam menyelesaikan makalah ini, penulis mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1) Ibu Dra. Tuti Hardjayani, M.Si  selaku dosen mata kuliah Perkembangan Peserta Didik yang telah memberikan bimbingan dalam penulisan makalah ini.
2) Teman-teman Program Studi Bimbingan dan Konseling angkatan 2012 yang telah memberikan dukungan moril maupun materiil kepada penulis,
3) Semua pihak yang telah membantu penulis.

Penulis menyadari bahwa makalah ini belum sempurna. Untuk itu , saran dan kritik dari pembaca sangat diharapkan. Atas saran dan kritik pembaca, penulis mengucapkan terima kasih.



Surakarta,   April 2013



Penulis




BAB II
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Lingkungan Adalah keadaan sekeliling anak. Pengaruh lingkungan terhadap
perkembangan anak secara individual tidak sama, tetapi secara umum lingkungan berpengaruh terhadap perkembangan anak. Oleh karena itu, lingkungan perlu dikondisikan agar perkembangan anak dapat berjalan optimal. Lingkungan perkembangan sendiri dapat menjadi faktor penghambat dan pendukung bagi perkembangan anak. Selain perlu adanya lingkungan perkembangan, salah satu wadah yang dapat membantu dalam perkembangan anak adalah Instansi-instansi.

B.      RUMUSAN MASALAH
1.      Apa pengertian dari lingkungan perkembangan?
2.      Apa saja yang termasuk dari lingkungan perkembangan peserta didik?
3.      Apa saja Instansi yang berperan dalam membantu perkembangan peserta didik?

C.     TUJUAN
1.      Untuk mengetahui pengertian dari lingkungan perkembangan
2.      Untuk mengetahui lingkungan perkembangan peserta didik
3.      Untuk mengetahui Instansi yang berperan dalam membantu perkembangan peserta didik








BAB II
PEMBAHASAN
A.                LINGKUNGAN PERKEMBANGAN
            Lingkungan adalah segala hal yang mempengaruhi individu sehingga individu itu terlibat / terpengaruh karenanya. Lingkungan merupakan keseluruhan aspek atau fenomena fisik dan social yang mempengaruhi organism. Pendapat ini senada dengan pendapat Joe Kathena dalam psikologi perkembangan anak dan remaja (2002), yang menyatakan bahwa lingkungan merupakan sesuatu yang berada di luar individu yang meliputi fisik dan social budaya. Lingkungan merupakan sumber seluruh informasi yang diterima individu melalui alat inderanya (penglihatan, penciuman, pendengaran, dan rasa).
      Urie Bronfrenbrenner & Ann Crouter (Sigelman & Shaffer,1995) mengemukakan bahwa lingkungan perkembangan merupakan “berbagai peristiwa, situasi, atau kondisi di luar organism yang diduga mempengaruhi atau dipengaruhi oleh perkembangan individu.” Lingkungan ini terdiri atas fisik dan social yaitu meliputi seluruh manusia yang secara potensial mempengaruhi dan dipengaruhi oleh perkembangan individu.
      Sementara Wasty Soemanto (1983) berpendapat bahwa lingkungan itu dapat diartikan secara :
1.      Fisiologis, yang meliputi segala kondisi dan material jasmaniah
2.      Psikologis, yang mencakup stimulasi yang diterima individu mulai masa konsepsi, kelahiran, sampai mati, seperti sifat-sifat genetick
3.      Sosio-kultural, yang mencakup segenap stimulasi, interaksi dan konsidi eksternal dalam hubungan dengan perlakuan atau karya orang lain, keluarga, perpendidikan, kelompok pengajaran, serta bimbingan dan konseling
      Berdasarkan ketiga pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dangan lingkugan perkembangan peserta didik adalah “keseluruhan fenomena (peristiwa, situasi, atau kondisi) fisik atau social yang mempengaruhi atau dipengaruhi perkembangan peserta didik. Lingkungan perkembangan peserta didik yang akan dibahas yaitu menyangkut lingkungan keluarga, sekolah, kelompok sebaya, dan masyarakat.
1.      Lingkungan Keluarga
      Sudradja Adiwikarta (1998) dan Sigelman & Shaffer (1995) berpendapat bahwa “keluarga merupakan unit social terkecil yang bersifat universal, artinya terdapat pada setiap masyarakat di dunia (universe) atau suatu system social yang terbentuk dalam system social yang lebih besar”.
      Bentuk atau pola keluarga, yaitu : Keluarga inti (Nucleur family) yang terdiri dari suami/ayah, istri/ibu, dan anak-anak yang lahir dari pernikahan antara keduanya dan yang belum berkeluarga termasuk anak tiri jika ada . dan
      Keluarga luas ( Extended family) yang keanggotaanya tidak hanya meliputi suami, istri,dan anak-anak yang belum berkeluarga, tetapi juga termasuk kerabat lain yang biasanya tinggal dalam sebuah rumah tangga bersama, seperti mertua, adik,kakak ipar, atau orang lain, bahkan mungkin pembantu rumah tangga atau orang lain yang tinggal menumpang.
      Keluarga memiliki peranan yang sangat penting dalam mengembangkan pribadi peserta didik. Perlakuan orangtua yang penuh kasih saying, dan pendidikan tentang nilai-nilai kehidupan (agama,social,budaya) yang diberikan merupakan factor kondusif untuk mempersiapkan anak menjadi pribadi dan anggota masyarakat yang sehat.
      Keluarga merupakan asset yang sangat penting. Individu tidak bias hidup sendirian, tanpa adanya ikatam-ikatan dalam keluarga (menurut fitrah dan budayanya). Keluarga memberikan pengaruh yang besar terhadap sek=luruh anggotanya, sebab selalu terjadi interaksi yang paling bermakna, berkenan dengan nilai yang sangat mendasar dan sangat intim (Djawad Dahlan, dalam Jalaluddin Rakhmat dan Muchtar Gandaatmaja, 1994)
      Keluarga mempunyai peranan penting, karena dipandang sebagai sumber pertama dalam proses sosialisasi. Keluarga juga berfunsgi sebagai transmitter budaya, atau mediator social budaya peserta didik (Hurlock,1956).
            Keluarga juga dipandang sebagai instansi (lembaga) yang dapat memenuhi kebutuhan insane (manusiawi), terutama bagi pengembangan ras manusia, jika mengaitkan peranan keluarga dengan upaya memenuhi kebutuhan individu, maka keluarga merupakan lembaga pertama yang dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Melalui perawatan dan perlakuan yang baik dari orangtua, anak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya, baik fisik-biologis, maupun sosio psikologisnya.
      Pada uraian berikut akan dibahas tentang pengaruh keluarga terhadap perkembangan peserta didik, yaitu menyangkut keberfungsian, perlakuan, dan social ekonomi keluarga.
a)      Keberfungsian Keluarga
      Keluarga bahagia merupakan suatu hal yang sangat penting bagi perkembangan emosi para anggotanya (terutama peserta didik). Kebahagiaan itu diperoleh apabila keluarga dapat memerankan fungsinya secara baik. Fungsi dasar keluarga adalah memberikan rasa memiliki, rasa aman, kasih saying, dan mengembangkan hubungan yang baik di antara anggota keluarga. Hubungan cinta kasih dalam keluarga tidak sebatas perasaan, akan tetapi juga menyangkut pemeliharaan, rasa tanggung jawab, perhatiuan, pemahaman, respek, dan keinginan untuk menumbuh kembangkan anakyang dicintainya. Keluarga yang hubungan antar anggotanya tidak harmonis, penuh konflik, atau gap communication, dapat mengembangkan masalah-masalah kesehatan mental bagi peserta didik.
      Mengkaji lebih jauh tentang funsi keluarga ini, dapat dikemukakan bahwa secara sosiopsikologis, keluarga berfungsi sebagai pemberi rasa aman, sumber pemenuhan kebutuhan (baik fisik maupun psikis), sumber kasih saying dan penerimaan, model pola perilaku yang tepat bagi untuk belajar menjadi anggota masyarakat yang baik, pemberi bimbingan bagi pengembangan perilaku yang secara social dianggap tepat, membantu  peserta didik dalam memecahkan masalah, pemberi bimbingan dalam belajar keterampilan, motor, verbal, dan social yang dibutuhkan untuk penyesuaian diri, stimulator bagi perkembangan kemampuan anak untukl mencapai prestasi, baik disekolah maupun dimasyarakat, pembimbing dalam mengembangkan aspirasi dan sumber persahabatan ( teman bermain ).
      Alexander A. Schneiders (1960) mengemukakan bahwa keluarga yang ideal (fungsional-normal) ditandai oleh cirri-ciri : minimnya perselisihan antar orangtua –anak, ada kesempatan untuk menanyakan keinginan, penuh kasih saying, penerapan disiplin yang tidak keras, ada kesempatan untuk bersikap mandiri dalam berfikir, merasa, dan perilaku, saling menghormati, menghargai diantara orangtua dan anak, ada musyawarah keluarga dalam memecahkan masalah atau kesulitan, menjalin kebersamaan (kerjasama) antara orangtua dan anak, orangtua memiliki emosi yang stabil, berkecukupan dalam bidang ekonomi, dan mengamalkan nilai-nilai moral dan agama.
      Apabila suatu keluarga tidak mampu melaksanakan fungsi-fungsi seperti telah dipaparkan diatas, maka keluarga tersebut berarti telah mengalami stagnasi (kemandegan) atau disfungsi, yang pada gilirannya akan merusak stabilitas keluarga tersebut (khususnya terhadap perkembangan kepribadian anak)
      Menurut Dadang Hawari (1997) anak yang dibesarkan dalam keluarga yang mengalami disfungsi mempunyai resiko lebih besar untuk terganggu tumbuh kembang jiwanya (berkepribadian anti social misalnya), daripada anak yang dibesarkan dalam keluarga yang harmonis dan utuh (keluarga sakinah).
      Adapun cirri-ciri keluarga yang mengalami disfungsi itu adalah (1) kematian salah satu atau kedua orangtua, (2) kedua orangtua berpisah/bercerai, (3) hubungan kedua orangtua tidak baik, (4) hubungan orangtua dengan anak tidak baik, (5) Suasana rumah yang tegang dan tanpa kehangatan, (6) orabgtua sibuk dan jarang dirumah, (7) salah satu atau kedua orangtua mengalami kelainan kepribadian atau gangguan kejiwaan.
      Salah satu cirri disfungsi keluarga diatas adalah perceraian orangtua. Perceraian ini ternyata memberikan dampak yang kurang baikkepada perkembangan kepribadian anak. Anak yang orangtuanya bercerai, dia akan mengalami kebingungan dalam mengambil keputusan, karena kebutuhan dasarnya seperti : perasaan ingin disayangi, dilindungi rasa amannya, dan dihargai telah direduksi bersamaan dengan peristiwa perceraian orangtuanya.
      Keadaaan keluarga yang tidak harmonis, tidak stabil, atau berantakan (broken home), merupakan factor penentu berkembangnya kepribadian anak yang tidak sehat. 
b)     Pola Hubungan Orangtua – anak
                        Terdapat beberapa pola hubungan antara orang tua – anak, atau sikap dan perlakuan orang tua terhadap anak, yang masing-masing mempunyai pengaruh tersendiri terhadap anak (Hurlock, 1956; Loree, 1957) Syamsu Yusuf LN & A Juntika Nurilisan 2009.
Tabel pola perlakuan orang tua perilaku orang tua profil tingkah laku anak.
POLA PERLAKUAN ORANG TUA
PERILAKU ORANG TUA
PROFILE TINGKAH LAKU ANAK
1. over protection (terlalu melindungi)
1. kontak yang berlebihan dengan anak
2. Perawatan/pemberian bantuan kepada anak yang terus-menerus meskipun anak sudah dapat merawat dirinya sendiri.
3. mengawasi kegiatan anak secara berlebihan.
4. memecahkan masalah anak.
1. perasaan tidak aman.
2. agresif dan dengki.
3. mudah gugup.
4. melarikan diri dari kenyataan.
5. sangat bergantung,
6. Ingin menjadi pusat perhatian.
7. mudah menyerah.
8. lemah dalam “ego streeght”, aspirasi dan toleransi terhadap frustasi.
9. kurang mampu mengendalikan emosi.
10. menolak tanggung jawab.
11. kurang percaya diri.
12. mudah terpengaruh.
13. peka terhadap kritik.
14. bersikap “yes men”
15. egois/selfish
16. suka bertengkar
17. troublemaker
18. sulit dalam bergaul.
19. mengalami home sick
2. permissiveness
1. memberikan kebebasan untuk berfikir atau berusaha
2. menerima gagasan atau pendapat.
3. membuat anak merasa diterima dan merasa kuat.
4. Toleran dan memahami perasaan anak
5. cenderung lebih suka memberi yang diminta anak daripada diterima
1. pandai mencari jalan keluar.
2. bisa bekerjasama.
3. percayadiri
4. penuntut dan tidak sabaran.
3. rejection
1. bersikap masa bodoh.
2. bersikap kaku.
3. kurang pempedulikan kesejahteraan peserta didik
4. menampilkan sikap permusuhan atau dominasi terhadap anak.
1. agresif (mudah marah, gelisah, tidak patuh / pemarah, suka bertengkar dan nakal).
2. submissive (kurang dapat mengerjakan tugas, pemalu, suka mengasingkan diri, mudah tersinggung, dan penakut).
3. sulit e (kurang dapat mengerjakan tugas, pemalu, suka mengasingkan diri, mudah tersinggung, dan penakut).
anak (Hurlock, 1956bergaul.
4. pendiam.
5. sadis
4. acceptance
1. memberikan perhatian dan cintakasih yang tulus pada peserta didik
2. menempatkan anak dalam posisis yang penting dalam rumah.
3. mengembangkan hubungan yang hangat dengan anak.
4. bersikap respect terhadap anak.
5. mendorong anak untuk menyatakan perasaannya dan pendapatnya.
6. berkomunikasi dengan anak secara terbuka, dan mau mendengarkan masalahnya
1. mau bekerjasama (koperatif)
2. bersahabat (friendly)
3. loyal
4. emosinya stabil
5. ceria dan bersikap optimis.
6. mau menerima tanggung jawab.
7. jujur.
8. dapat dipercaya.
9. memiliki perencanaan yang jelas untuk masa depan.
10. bersikap realistik (memahami kekuatan dan kelemahan dirinya secara objektif)
5. domination
1. mendominasi anak
1. bersikap sopan dan sangat hati-hati.
2. pemalu, penurut, inferior, danj mudah bingung.
3. tidak bisa bekerjasama.
6. submission
1. senantiasa memberikan sesuatu yang diminta anak
2. membiarkan anak berperilaku semaunya dirumah
1. tidak patuh.
2. tidak bertanggung jawab.
3. teledor, agresif
4. bersikap otoriter
5. terlalu percayadiri.
7. punitiveness / over dicipline
1. mudah memberikan hukuman.
2. menanamkan kedisiplinaan.
ineemaunya dirumahnak
ahan dirinya secara objektif)n secara keras
1. implusif
2. tidak dapat mengambil keputusan
3. nakal
4. sikap bermusuhan atau agresif.

Weiten dan Lioyd (1994) mengemukakan lima prinsip “effective parenting” yaitu :
1.                  Menyusun atau membuat standar “aturan perilaku” yang tinggi namun dapat dipahami.
2.                  Menaruh perhatian terhadap perilaku anak yang baik kemudian memberikan reward.
3.                  Menjelaskan alasannya / tujuannya, ketika meminta peserta didik melakukan sesuatu.
4.                  Mendorong peserta didik untuk menelaah dampak perilakunya terhadap orang lain.
5.                  Menegakkan aturan secara konsisten.
b.                  Kelas Sosial dan Status Ekonomi
Pikunas (1976) mengemukakan pendapat becker, Deutsch, Kohn, dan Sheldon, tentang kaitan antara elas sosial dengan cara atau teknik orangtua dalam mengelola atau memperlakukan anak, yaitu sebagai berikut :
1)                  Lower class : cenderung lebih keras dalam toilette training, dan lebih sering menggunakan hukuman fisik, cenderung lebih agresif, inclepcden, dan lebih awal dalam pengalaman seksual.
2)                  Middle class : cenderung lebih memberikan pengawasan, dan perhatiaanya sebagai orang tua
3)                  Upper class : cenderung lebih memanfaatkan waktu luangnya dengan kegiatan-kegiatan tertentu, lebih memiliki latar belakang pendidikan yang reputasinya tinggi dan biasanya senang mengembangkan apresiasi estetikanya.
2.         Lingkungan Sekolah
            Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang secara sistematis melaksanakan program bimbingan, pengajaran, dan latihan dalam rangka membantu peserta didik agar mampu mengembangkan potensinya, baik yang menyangkut aspek moral-spiritual , intelektual,emosional, maupun social.
Ada beberapa alasan mengapa sekolah memainkan peranan yang berarti bagi perkembangan kepribadian peserta didik, yaitu :
a)      Para peserta didik harus hadir disekolah
b)      Sekolah memberikan pengaruh kepada peserta didik secara dini, seiring dengan perkembangan “ konsep diri”nya
c)      Peserta didik banyak menghabiskan waktunya disekolah daripada tempat lain diluar rumah.
d)     Sekolah memberikan kesempatan peserta didik untuk meraih sukses
e)      Sekolah memberikan kesempatan pertama kepada peserta didik untuk menilai dirinya, dan kemampuan secara realistik.
Upaya sekolah dalam memfasilitasi tugas-tugas perkembangan peserta didik akan berjalan dengan baik apabila disekolah tersebut telah tercipta iklim atau atmosfir yang sehat atau efektif baik menyangkut aspek manajemennya, maupun profesionalisme para personelnya.
Kualitas hubungan antara pendidik dan peserta didik itu dapat dikatogorikan kepada
·         Harmonis – tidak harmonis
·         Stimulatif – Restriktif
Hubungan harmonis ditandai oleh ciri-ciri :
a)      Tujuan pengajaran diterima oleh pendidik dan peserta didik
b)      Pengalaman belajar dirasakan nyaman oleh pendidik dan peserta didik
c)      Pendidik menampilkan peranannya sebagai pendidik dalam cara-cara yang selaras dengan harapan peserta didik, begitupun peserta didik menampilkan peranan sebagai peserta didik dalam cara-cara yang menerapkan pendidik.
Adapun hubungan yang stimulatif ditandai oleh cirri-ciri
a)      Menerima, mengklarifikasi, dan mendorong gagasan dan perasaan peserta didik
b)      Memberi pujian atau penghargaan dan mendorong keberanian peserta didik
c)      Merangsang peserta didik berpartisipasi dalam mengambil keputusan dan mendorong keberanian peserta didik  dalam mengambil keputusan.
d)     Memberikan orientasi kepada peserta didik tentang tugas atau topik diskusi.
3.         Kelompok Teman Sebaya
            Kelompok sebaya (peers group) adalah suatu kelompok yang terdiri orang-orang yang bersamaan usianya, antara lain :
·         Kelompok bermain pada masa kanak-kanak
·         Kelompok moseksual yang hanya beranggotakan anak-anak sejenis kelamin
·         gang, yaitu kelompok anak-anak nakal
Terdapat beberapa fungsi kelompok sebaya terhadap anggotanya (Wayan Ardhan,1986)
a)      Mengajar berhubungan dan menyesaikan diri dengan orang lain
b)      Memperkenalkan kehidupan masyarakat yang lebih luas
c)      Menguatkan sebgaian dari nilai-nilai yang berlaku dalam kehidupan masyarakat orang dewasa.
d)     Memberikan kepada anggota-anggotanya cara-cara untuk membebaskan diri dari pengaruh kekuasan otoritas
e)      Memberikan pengalaman untuk mengadakan hubungan yang didasarkan pada prinsip persamaan hak.
f)       Memberikan pengetahuan yang tidak bisa diberikan oleh keluarga secara memuaskan
g)      Memperluas cakrawala pengalaman peserta didik, sehingga ia menjadi orang yang lebih kompleks.
Kelompok sebaya yang suasanya hangat, menarik, dan tidak eksploitasi dapat membantu untuk memperoleh pemahaman tentang :
1.      konsep diri, masalah, dan tujuan yang lebih jelas
2.      perasaan berharga
3.      perasaan optimis terhadap masa depan
Sebaliknya jika kelompok sebaya tersebut exploitatif dapat menhambat perkembangan peserta didik bisa terjerumus dalam perbuatan kriminal dan abnormal.Pengaruh kelompok teman sebaya terhadap remaja berkaitan erat dengan keluarga. Dalam keluarga yang berhubungan baik ,remaja cenderung dapat menghindarkan diri dari pengaruh negative temannya, dibandingkan dengan remaja yang hubungan dengan orang tuanya kurang baik.
4. Lingkungan Masyarakat
            Ikatan antara masyarakat dan pendidikan dapat ditinjau dari tiga sisi (Samsunuiyat Mar’at ,2005) :
a.                   Masyarakat sebagai penyelenggara pendidikan, baik yang dilembagakan (jalur sekolah dan jalur luar sekolah) maupun yang tidak dilembagakan (jalur luar sekolah).
b.                  Lembaga-lembaga kemasyarakatan dan/atau kelompok sosial di masyarakat, baik langsung maupun tak langsung, ikut mempunyai peran dan fungsi edukatif.
c.                   Dalam masyarakat tersedia berbagai sumber belajar, baik yang dirancang (by design) maupun yang dimanfaatkan (utility).
Fungsi masyarakat sebagai pusat pendidikan sangat tergantung pada taraf perkembangan dari masyarakat itu beserta sumber-sumber belajar yang tersedia didalamnya.
Terdapat sejumlah lembaga kemasyarakatan dan/atau kelompok sosial yang mempunyai peran dan fungsi edukatif yang besar, antara lain: kelompok sebaya, organisasi kepemudaan (pramuka, karang taruna, peserta didik mesjid,dan sebagainya), organisasi keagamaan, organisasi ekonomi, organisasi politik, organisasi kebudayaan, media massa, dan sebagainya lembaga/kelompok sosial tersebut pada umumnya memberikan kontribusi bukan hanya dalam proses sosialisasi tetapi juga dalam peningkatan pengetahuan dan keterampilan anggotanya. Setelah keluarga, kelompok sebaya mungkin paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan peserta didik.
Organisasi kepemudaan pada umumnya mempunyai prinsip dasar yang sama yakni menyalurkan hasrat berkelompok dari pemuda kepada hal-hal yang berguna. Organisasi ini mempunyai berbagai jenis latar yang berbeda, seperti sosial edukatif (OSIS, Pramuka, Palang Merah Peserta Didik, Patroli Keamanan Sekolah, dsb),sosial keagamaan, sosial politik, dsb. Disamping pengetahuan dan keterampilan, organisasi kepemudaan tersebut terutama sangat bermanfaat dalam membantu proses sosialisasi serta mengembangkan aspek afektif dari kepribadian (kejujuran, disiplin, tanggung jawab, dan kemandirian).
Peranan organisasi keagamaan pada umumnya sangat penting karena berkaitan dengan keyakinan agama. Maka, organisasi tersebut menyediakan program pendidikan yakni : (1) Mengajarkan keyakinan serta praktek-praktek keagamaan dengan cara memberikan pengalaman-pengalaman yang meyenangkan bagi mereka, (2) Mengajarkan kepada mereka tingkah laku dan prinsip-prinsip moral yang sesuai dengan keyakinan-keyakinan agamanya. (3) Memberiakn model-model bagi perkembangan watak (Waryan Ardhani,1986)
Salah satu faktor dalam lingkungan masyarakat yang makin penting peranannya yakni media massa. Media massa itu mempunyai tiga fungsi, yakni informasi, edukasi, dan rekreasi. Media massa sebagai alat komunikasi dan rekreasi yang menjangkau banyak orang telah menjadi suatu kekuatan pendorong besar dalam kehidupan orang termasuk peserta didik. Wayan Ardhana (1986:Modul 4/23) mengemukakan bahwa media massa memiliki tiga macam pengaruh yaitu:
1.                  Pengaruh sosialisasi dalam arti luas, utamanya tentang sikap dan nilai-nilai dasar masyarakat serta model tingkah laku dalam berbagai bidang kehidupan.
2.                  Pengaruh khusus jangka pendek, media massa mungkin menyebabkan orang membeli produk tertentu ataupun member suara/ pendapat dengan cara tertentu.
3.                  Media massa memberikan pendidikan dalam pengertian yang lebih formal, yaitu dalam memberikan informasi atau menyajikan pengajaran dalam suatu bidang studi tertentu. Ketiga fungsi tersebut tentu saja diluar dari fungsi memberikan rekreasi dan hiburan.
B. Instansi-Instansi yang Berperan Dalam Membantu Perkembangan Peserta Didik
Peserta didik di SLTP atau SLTA adalah peserta didik yang berada pada periodisasi remaja. Remaja sebagain individu sedang berada dalam proses atau menjadi (becomming),yaitu berkembang kearah kematangan atau kemandirian. Untuk mencapai kematangan tersebut, remaja memerlukan bimbingan karena mereka masih kurang memiliki pemahaman atau wawasan tentang dirinya dan lingkungannya, juga pengalaman dalam menentukan arah kehidupannya. Disamping terdapat suatu keniscayaan bahwa suatu proses perkembangan individu tidak selalu berkembang secara mulus atau steril dari masalah. Dengan kata lain, proses perkembangan itu tidak selalu berjalan dalam alur-alur yang linier, lurus atau searah dengan potensi, harapan dan nilai-nilai yang dianut, karena banyak faktor yang menghambatnya.
Faktor penghambat ini bisa bersifat internal dan eksternal. Faktor penghambat yang bersifat eksternal adalah yang berasal dari lingkungan. Iklim lingkungan yang tidak kondusif itu, seperti ketidakstabilan dalam kehidupan sosial politik, krisis ekonomi, perceraian orang tua, sikap dan perlakuan orang tua yang otoriter atau kurang memberikan kasih sayang dan pelecehan nilai-nilai moral atau agama dalam kehidupan keluarga maupun masyarakat.
Iklim lingkungan yang tidak sehat tersebut, cenderung memberikan dampak yang kurang baik bagi perkembangan remaja dan sangat mungkin mereka akan mengalami kehidupan yang tidak nyaman, stres atau depresi. Dalam kondisi seperti inilah, banyak remaja yang meresponnya dengan sikap dan perilaku yang kurang wajar dan bahkan amoral, seperti kriminalitas, meminum minuman keras, penyalahgunaan obat terlarang, tawuran dan pergaulan bebas.
Penyimpangan perilaku remaja di negara barat, tampaknya telah menggejala juga dikalangan remaja atau kawula muda negeri tercinta kita ini yang kondisinya semakin memprihatinkan. Apalagi jika kondisi ini dikaitkan dengan pernyataan Dadang Hawari (PR, 5 Juli 1999), yaitu bahwa dewasa ini Indonesia tidak lagi menjadi tempat transit tetapi sudah menjadi pasar peredaran Narkotika, Alkohol, dan Zat Adiktif (NAZA) yang cukup memprihatinkan. Berdasarkan data tahun 1995, jumlah pasien penderita ketergantungan NAZA sudah mencapai 130.000 jiwa. Dengan asumsi itu maka jumlah pengguna NAZA diperkirakan sudah mencapai 1,3 juta jiwa. Apabila dikaitkan dengan masalah bisnis maka setiap hari sedikitnya terjadi transaksi NAZA mencapai nilai yang cukup fantastis, yakni sebesar Rp. 130 miliar. (Syamsu Yusuf. 2002)
Untuk mencegah semakin merebaknya penggunaan NAZA oleh remaja atau penyimpangan perilaku lainnya (seperti free sex,tawuran, dan kriminalitas),maka perlu diadakan upaya –upaya pencegahan (preventif),seperti :
1.                  Memberikan informasi kepada masyarakat,khususnya remaja tentang bahayanya NAZA yang dikaitkan dengan hukumnya menurut agama
2.                  Pemerintah memberantas peredaran NAZA,menghukum para pengedar dan pemakai dengan hukuman yng berat
3.                  Ditingkatkan bimbingan agama kepada remaja baik di lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat
4.                  Bekerjasama dengan pihak-pihak terkait untuk menciptakan iklim yang kondusif bagi kenyamanan sosio-psokologis dan kehidupan beragam masyarakat
5.                  Berupaya mencegah lahirnya faktor-faktor yang menyebabkan perilaku penyimpangan remaja.
Instansi terkait tersebut misalnya Bespa,Kepolisian,dan lembaga/pusat rehabilitasi.
Bentuk kerjasama dapat berupaya pemberian informasi penyimpangan perilaku (NAZA,Perkelahian, free sex,aborsi dan lain-lain). Dapat pula sekolah melakukan kunjungan ke pusat rehabilitasi sehingga peserta didik dapat melihat secara langsung dampak dari perilaku yang menyimpang.









BAB III
PENUTUP
A.   KESIMPULAN
Ada beberapa lingkungan pendukung dan penghambat perkembangan peserta didik, pendukung dan penghambat perkembangan tersebut adalah keluarga,sekolah,teman sebaya dan masyarakat.
Lingkungan keluarga merupakan lingkungan pertama bagi peserta didik, oleh karena itu peran keluarga sangat besar berpengaruh yang berhubungan dengan keluarga adalah keberfungsian keluarga,pola hubungan orang tua dengan anak dan kelas sosial dan status ekonomi.
Sedang lingkungan sekolah yang berpengaruh adalah menyangkut iklim dan kondisi sekolah termasuk didalamnya keefektifan sekolah dan kualitas pendidik baik karakteristik pribadi maupun kompetisinya.
Kelompok sebaya merupakan lingkungan yang cukup kuat berpengaruh pada perkembangan peserta didik. Kelompok sebaya yang suasananya menarik dan tidak eksploratif merupakan pendukung perkembangan. Sebaliknya kelompok sebaya yang eksploratif akan menghambat perkembangan.
Masyarakat merupakan lingkungan yang mendukung & menghambat perkembangan. Peran organisasi pemuda, teman sebaya. Organisasi keagamaan merupakan lingkungan yang sangat efektif, lingkungan masyarakat yang paling penting adalah media massa. Peranan media massa semakin menentukan karena kemampuan teknologi komunikasi.
Untuk membantu perkembangan peserta didik, diluar kesanggupan dan wewenang keluarga maupun sekolah, sekolah diharapkan dapat menjalin hubungan kerjasama dengan instansi tertentu. Instansi tersebut antara lain : Bispa,kepolisian dan pusat rehabilitasi. Bentuk kerja sama bisa dalam bentuk mendatangkan narasumber atau kunjungan langsung ke pusat rehabilitasi.




           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar