LINGKUNGAN PENDUKUNG
DAN PENGHAMBAT
PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK
Dosen
Pengampu :Dra. Tuti Hardjayani, M.Si
(Dibuat untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Perkembangan
Peserta Didik)
Disusun Oleh:
Indah Safitri K31120
Junita Adiningtyas K3112043
Nur Hidayati K31120
Scholastika Windy K31120
Uyun Amali Roshida K31120
PROGRAM
STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
SEBELAS MARET SURAKARTA
2013
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL................................................................................................1
DAFTAR
ISI................................................................................................................2
KATA PENGANTAR..................................................................................................3
BAB I
PENDAHULUAN
A.LATAR
BELAKANG......................................................................................4
B. RUMUSAN MASALAH.......................................................................4
C.TUJUAN...............................................................................................4
BAB II
PEMBAHASAN
A. LINGKUNGAN PERKEMBANGAN....................................................................5
B. LINGKUNGAN PERKEMBANGAN PESERTA
DIDIK......................................5
C.
INSTANSI-INSTANSI
YANG BERPERAN DALAM MEMBANTU PERKEMBANGAN PESERTA
DIDIK............................................ ...................14
BAB III
PENUTUP
A.KESIMPULAN.......................................................................................................16
KATA
PENGANTAR
Puji
syukur kehadirat Tuhan YME yang telah melimpahkan karunia-Nya kepada penulis
sehingga Makalah yang berjudul “Lingkungan Pendukung dan Penghambat
Perkembangan Peserta Didik” ini dapat diselesaikan sesuai dengan rencana.
Tujuan
penulisan makalah ini adalah untuk melengkapi tugas mata kuliah Perkembangan
Peserta Didik. Makalah ini memberikan
informasi tentang faktor pendukung dan penghambat perkembangan peserta didik
serta instansi terkait dalam mengembangkan perkembangan.
Dalam
menyelesaikan makalah ini, penulis mendapatkan bantuan dari berbagai pihak.
Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1) Ibu Dra. Tuti
Hardjayani, M.Si selaku dosen mata
kuliah Perkembangan Peserta Didik yang telah memberikan bimbingan dalam
penulisan makalah ini.
2) Teman-teman
Program Studi Bimbingan dan Konseling angkatan 2012 yang telah memberikan
dukungan moril maupun materiil kepada penulis,
3) Semua pihak yang
telah membantu penulis.
Penulis
menyadari bahwa makalah ini belum sempurna. Untuk itu , saran dan kritik dari
pembaca sangat diharapkan. Atas saran dan kritik pembaca, penulis mengucapkan
terima kasih.
Surakarta, April 2013
Penulis
BAB II
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Lingkungan Adalah keadaan sekeliling anak. Pengaruh
lingkungan terhadap
perkembangan anak secara individual tidak sama, tetapi
secara umum lingkungan berpengaruh terhadap perkembangan anak. Oleh karena itu,
lingkungan perlu dikondisikan agar perkembangan anak dapat berjalan optimal.
Lingkungan perkembangan sendiri dapat menjadi faktor penghambat dan pendukung
bagi perkembangan anak. Selain perlu adanya lingkungan perkembangan, salah satu
wadah yang dapat membantu dalam perkembangan anak adalah Instansi-instansi.
B. RUMUSAN MASALAH
1.
Apa pengertian dari
lingkungan perkembangan?
2.
Apa saja yang
termasuk dari lingkungan perkembangan peserta didik?
3.
Apa saja Instansi
yang berperan dalam membantu perkembangan peserta didik?
C. TUJUAN
1.
Untuk mengetahui
pengertian dari lingkungan perkembangan
2.
Untuk mengetahui
lingkungan perkembangan peserta didik
3.
Untuk mengetahui
Instansi yang berperan dalam membantu perkembangan peserta didik
BAB II
PEMBAHASAN
A.
LINGKUNGAN
PERKEMBANGAN
Lingkungan adalah segala hal yang
mempengaruhi individu sehingga individu itu terlibat / terpengaruh karenanya. Lingkungan
merupakan keseluruhan aspek atau fenomena fisik dan social yang mempengaruhi
organism. Pendapat ini senada dengan pendapat Joe Kathena dalam psikologi
perkembangan anak dan remaja (2002), yang menyatakan bahwa lingkungan merupakan
sesuatu yang berada di luar individu yang meliputi fisik dan social budaya.
Lingkungan merupakan sumber seluruh informasi yang diterima individu melalui
alat inderanya (penglihatan, penciuman, pendengaran, dan rasa).
Urie Bronfrenbrenner & Ann Crouter
(Sigelman & Shaffer,1995) mengemukakan bahwa lingkungan perkembangan
merupakan “berbagai peristiwa, situasi, atau kondisi di luar organism yang
diduga mempengaruhi atau dipengaruhi oleh perkembangan individu.” Lingkungan
ini terdiri atas fisik dan social yaitu meliputi seluruh manusia yang secara
potensial mempengaruhi dan dipengaruhi oleh perkembangan individu.
Sementara Wasty Soemanto (1983)
berpendapat bahwa lingkungan itu dapat diartikan secara :
1.
Fisiologis, yang
meliputi segala kondisi dan material jasmaniah
2.
Psikologis, yang
mencakup stimulasi yang diterima individu mulai masa konsepsi, kelahiran,
sampai mati, seperti sifat-sifat genetick
3.
Sosio-kultural, yang
mencakup segenap stimulasi, interaksi dan konsidi eksternal dalam hubungan
dengan perlakuan atau karya orang lain, keluarga, perpendidikan, kelompok
pengajaran, serta bimbingan dan konseling
Berdasarkan
ketiga pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dangan
lingkugan perkembangan peserta didik adalah “keseluruhan fenomena (peristiwa,
situasi, atau kondisi) fisik atau social yang mempengaruhi atau dipengaruhi
perkembangan peserta didik. Lingkungan perkembangan peserta didik yang akan
dibahas yaitu menyangkut lingkungan keluarga, sekolah, kelompok sebaya, dan
masyarakat.
1. Lingkungan Keluarga
Sudradja
Adiwikarta (1998) dan Sigelman & Shaffer (1995) berpendapat bahwa “keluarga
merupakan unit social terkecil yang bersifat universal, artinya terdapat pada
setiap masyarakat di dunia (universe) atau suatu system social yang terbentuk
dalam system social yang lebih besar”.
Bentuk atau pola keluarga, yaitu : Keluarga
inti (Nucleur family) yang terdiri dari suami/ayah, istri/ibu, dan anak-anak
yang lahir dari pernikahan antara keduanya dan yang belum berkeluarga termasuk
anak tiri jika ada . dan
Keluarga luas ( Extended family) yang
keanggotaanya tidak hanya meliputi suami, istri,dan anak-anak yang belum
berkeluarga, tetapi juga termasuk kerabat lain yang biasanya tinggal dalam
sebuah rumah tangga bersama, seperti mertua, adik,kakak ipar, atau orang lain,
bahkan mungkin pembantu rumah tangga atau orang lain yang tinggal menumpang.
Keluarga memiliki peranan yang sangat
penting dalam mengembangkan pribadi peserta didik. Perlakuan orangtua yang
penuh kasih saying, dan pendidikan tentang nilai-nilai kehidupan
(agama,social,budaya) yang diberikan merupakan factor kondusif untuk
mempersiapkan anak menjadi pribadi dan anggota masyarakat yang sehat.
Keluarga merupakan asset yang sangat
penting. Individu tidak bias hidup sendirian, tanpa adanya ikatam-ikatan dalam
keluarga (menurut fitrah dan budayanya). Keluarga memberikan pengaruh yang
besar terhadap sek=luruh anggotanya, sebab selalu terjadi interaksi yang paling
bermakna, berkenan dengan nilai yang sangat mendasar dan sangat intim (Djawad
Dahlan, dalam Jalaluddin Rakhmat dan Muchtar Gandaatmaja, 1994)
Keluarga mempunyai peranan penting, karena
dipandang sebagai sumber pertama dalam proses sosialisasi. Keluarga juga
berfunsgi sebagai transmitter budaya,
atau mediator social budaya peserta
didik (Hurlock,1956).
Keluarga juga dipandang sebagai
instansi (lembaga) yang dapat memenuhi kebutuhan insane (manusiawi), terutama
bagi pengembangan ras manusia, jika mengaitkan peranan keluarga dengan upaya
memenuhi kebutuhan individu, maka keluarga merupakan lembaga pertama yang dapat
memenuhi kebutuhan tersebut. Melalui perawatan dan perlakuan yang baik dari
orangtua, anak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya, baik fisik-biologis, maupun
sosio psikologisnya.
Pada uraian berikut akan dibahas tentang
pengaruh keluarga terhadap perkembangan peserta didik, yaitu menyangkut keberfungsian,
perlakuan, dan social ekonomi keluarga.
a) Keberfungsian Keluarga
Keluarga bahagia merupakan suatu hal yang
sangat penting bagi perkembangan emosi para anggotanya (terutama peserta
didik). Kebahagiaan itu diperoleh apabila keluarga dapat memerankan fungsinya
secara baik. Fungsi dasar keluarga adalah memberikan rasa memiliki, rasa aman,
kasih saying, dan mengembangkan hubungan yang baik di antara anggota keluarga.
Hubungan cinta kasih dalam keluarga tidak sebatas perasaan, akan tetapi juga
menyangkut pemeliharaan, rasa tanggung jawab, perhatiuan, pemahaman, respek,
dan keinginan untuk menumbuh kembangkan anakyang dicintainya. Keluarga yang
hubungan antar anggotanya tidak harmonis, penuh konflik, atau gap communication,
dapat mengembangkan masalah-masalah kesehatan mental bagi peserta didik.
Mengkaji lebih jauh tentang funsi keluarga
ini, dapat dikemukakan bahwa secara sosiopsikologis, keluarga berfungsi sebagai
pemberi rasa aman, sumber pemenuhan kebutuhan (baik fisik maupun psikis),
sumber kasih saying dan penerimaan, model pola perilaku yang tepat bagi untuk
belajar menjadi anggota masyarakat yang baik, pemberi bimbingan bagi
pengembangan perilaku yang secara social dianggap tepat, membantu peserta didik dalam memecahkan masalah,
pemberi bimbingan dalam belajar keterampilan, motor, verbal, dan social yang
dibutuhkan untuk penyesuaian diri, stimulator bagi perkembangan kemampuan anak
untukl mencapai prestasi, baik disekolah maupun dimasyarakat, pembimbing dalam
mengembangkan aspirasi dan sumber persahabatan ( teman bermain ).
Alexander A. Schneiders (1960)
mengemukakan bahwa keluarga yang ideal (fungsional-normal) ditandai oleh
cirri-ciri : minimnya perselisihan antar orangtua –anak, ada kesempatan untuk
menanyakan keinginan, penuh kasih saying, penerapan disiplin yang tidak keras,
ada kesempatan untuk bersikap mandiri dalam berfikir, merasa, dan perilaku,
saling menghormati, menghargai diantara orangtua dan anak, ada musyawarah
keluarga dalam memecahkan masalah atau kesulitan, menjalin kebersamaan
(kerjasama) antara orangtua dan anak, orangtua memiliki emosi yang stabil,
berkecukupan dalam bidang ekonomi, dan mengamalkan nilai-nilai moral dan agama.
Apabila suatu keluarga tidak mampu
melaksanakan fungsi-fungsi seperti telah dipaparkan diatas, maka keluarga
tersebut berarti telah mengalami stagnasi (kemandegan) atau disfungsi, yang
pada gilirannya akan merusak stabilitas keluarga tersebut (khususnya terhadap
perkembangan kepribadian anak)
Menurut Dadang Hawari (1997) anak yang
dibesarkan dalam keluarga yang mengalami disfungsi mempunyai resiko lebih besar
untuk terganggu tumbuh kembang jiwanya (berkepribadian anti social misalnya),
daripada anak yang dibesarkan dalam keluarga yang harmonis dan utuh (keluarga
sakinah).
Adapun cirri-ciri keluarga yang mengalami
disfungsi itu adalah (1) kematian salah satu atau kedua orangtua, (2) kedua
orangtua berpisah/bercerai, (3) hubungan kedua orangtua tidak baik, (4)
hubungan orangtua dengan anak tidak baik, (5) Suasana rumah yang tegang dan
tanpa kehangatan, (6) orabgtua sibuk dan jarang dirumah, (7) salah satu atau
kedua orangtua mengalami kelainan kepribadian atau gangguan kejiwaan.
Salah satu cirri disfungsi keluarga diatas
adalah perceraian orangtua. Perceraian ini ternyata memberikan dampak yang
kurang baikkepada perkembangan kepribadian anak. Anak yang orangtuanya
bercerai, dia akan mengalami kebingungan dalam mengambil keputusan, karena
kebutuhan dasarnya seperti : perasaan ingin disayangi, dilindungi rasa amannya,
dan dihargai telah direduksi bersamaan dengan peristiwa perceraian orangtuanya.
Keadaaan keluarga yang tidak harmonis,
tidak stabil, atau berantakan (broken home), merupakan factor penentu
berkembangnya kepribadian anak yang tidak sehat.
b) Pola Hubungan Orangtua –
anak
Terdapat beberapa pola hubungan antara orang tua – anak, atau sikap
dan perlakuan orang tua terhadap anak, yang masing-masing mempunyai pengaruh
tersendiri terhadap anak (Hurlock, 1956; Loree, 1957) Syamsu Yusuf LN & A Juntika
Nurilisan 2009.
Tabel
pola perlakuan orang tua perilaku orang tua profil tingkah laku anak.
POLA PERLAKUAN ORANG TUA
|
PERILAKU ORANG TUA
|
PROFILE TINGKAH LAKU ANAK
|
1. over protection (terlalu melindungi)
|
1. kontak yang berlebihan dengan anak
2. Perawatan/pemberian bantuan kepada anak yang terus-menerus meskipun
anak sudah dapat merawat dirinya sendiri.
3. mengawasi kegiatan anak secara berlebihan.
4. memecahkan masalah anak.
|
1. perasaan tidak aman.
2. agresif dan dengki.
3. mudah gugup.
4. melarikan diri dari kenyataan.
5. sangat bergantung,
6. Ingin menjadi pusat perhatian.
7. mudah menyerah.
8. lemah dalam “ego streeght”, aspirasi dan toleransi terhadap frustasi.
9. kurang mampu mengendalikan emosi.
10. menolak tanggung jawab.
11. kurang percaya diri.
12. mudah terpengaruh.
13. peka terhadap kritik.
14. bersikap “yes men”
15. egois/selfish
16. suka bertengkar
17. troublemaker
18. sulit dalam bergaul.
19. mengalami home sick
|
2. permissiveness
|
1. memberikan kebebasan untuk berfikir atau berusaha
2. menerima gagasan atau pendapat.
3. membuat anak merasa diterima dan merasa kuat.
4. Toleran dan memahami perasaan anak
5. cenderung lebih suka memberi yang diminta anak daripada diterima
|
1. pandai mencari jalan keluar.
2. bisa bekerjasama.
3. percayadiri
4. penuntut dan tidak sabaran.
|
3. rejection
|
1. bersikap masa bodoh.
2. bersikap kaku.
3. kurang pempedulikan kesejahteraan peserta didik
4. menampilkan sikap permusuhan atau dominasi terhadap anak.
|
1. agresif (mudah marah, gelisah, tidak patuh / pemarah, suka bertengkar
dan nakal).
2. submissive (kurang dapat mengerjakan tugas, pemalu, suka mengasingkan
diri, mudah tersinggung, dan penakut).
3. sulit
bergaul.
4. pendiam.
5. sadis
|
4. acceptance
|
1. memberikan perhatian dan cintakasih yang tulus pada peserta didik
2. menempatkan anak dalam posisis yang penting dalam rumah.
3. mengembangkan hubungan yang hangat dengan anak.
4. bersikap respect terhadap anak.
5. mendorong anak untuk menyatakan perasaannya dan pendapatnya.
6. berkomunikasi dengan anak secara terbuka, dan mau mendengarkan
masalahnya
|
1. mau bekerjasama (koperatif)
2. bersahabat (friendly)
3. loyal
4. emosinya stabil
5. ceria dan bersikap optimis.
6. mau menerima tanggung jawab.
7. jujur.
8. dapat dipercaya.
9. memiliki perencanaan yang jelas untuk masa depan.
10. bersikap realistik (memahami kekuatan dan kelemahan dirinya secara
objektif)
|
5. domination
|
1. mendominasi anak
|
1. bersikap sopan dan sangat hati-hati.
2. pemalu, penurut, inferior, danj mudah bingung.
3. tidak bisa bekerjasama.
|
6. submission
|
1. senantiasa memberikan sesuatu yang diminta anak
2. membiarkan anak berperilaku semaunya dirumah
|
1. tidak patuh.
2. tidak bertanggung jawab.
3. teledor, agresif
4. bersikap otoriter
5. terlalu percayadiri.
|
7. punitiveness / over dicipline
|
1. mudah memberikan hukuman.
2. menanamkan kedisiplina
n secara keras
|
1. implusif
2. tidak dapat mengambil keputusan
3. nakal
4. sikap bermusuhan atau agresif.
|
Weiten
dan Lioyd (1994) mengemukakan lima prinsip “effective parenting” yaitu :
1.
Menyusun
atau membuat standar “aturan perilaku” yang tinggi namun dapat dipahami.
2.
Menaruh
perhatian terhadap perilaku anak yang baik kemudian memberikan reward.
3.
Menjelaskan
alasannya / tujuannya, ketika meminta peserta didik melakukan sesuatu.
4.
Mendorong
peserta didik untuk menelaah dampak perilakunya terhadap orang lain.
5.
Menegakkan
aturan secara konsisten.
b.
Kelas
Sosial dan Status Ekonomi
Pikunas
(1976) mengemukakan pendapat becker, Deutsch, Kohn, dan Sheldon, tentang kaitan
antara elas sosial dengan cara atau teknik orangtua dalam mengelola atau
memperlakukan anak, yaitu sebagai berikut :
1)
Lower
class : cenderung lebih keras dalam toilette training, dan lebih sering
menggunakan hukuman fisik, cenderung lebih agresif, inclepcden, dan lebih awal
dalam pengalaman seksual.
2)
Middle
class : cenderung lebih memberikan pengawasan, dan perhatiaanya sebagai orang
tua
3)
Upper
class : cenderung lebih memanfaatkan waktu luangnya dengan kegiatan-kegiatan
tertentu, lebih memiliki latar belakang pendidikan yang reputasinya tinggi dan
biasanya senang mengembangkan apresiasi estetikanya.
2. Lingkungan
Sekolah
Sekolah merupakan lembaga pendidikan
formal yang secara sistematis melaksanakan program bimbingan, pengajaran, dan
latihan dalam rangka membantu peserta didik agar mampu mengembangkan
potensinya, baik yang menyangkut aspek moral-spiritual , intelektual,emosional,
maupun social.
Ada beberapa
alasan mengapa sekolah memainkan peranan yang berarti bagi perkembangan
kepribadian peserta didik, yaitu :
a) Para
peserta didik harus hadir disekolah
b) Sekolah
memberikan pengaruh kepada peserta didik secara dini, seiring dengan
perkembangan “ konsep diri”nya
c) Peserta
didik banyak menghabiskan waktunya disekolah daripada tempat lain diluar rumah.
d) Sekolah
memberikan kesempatan peserta didik untuk meraih sukses
e) Sekolah
memberikan kesempatan pertama kepada peserta didik untuk menilai dirinya, dan
kemampuan secara realistik.
Upaya
sekolah dalam memfasilitasi tugas-tugas perkembangan peserta didik akan
berjalan dengan baik apabila disekolah tersebut telah tercipta iklim atau
atmosfir yang sehat atau efektif baik menyangkut aspek manajemennya, maupun
profesionalisme para personelnya.
Kualitas
hubungan antara pendidik dan peserta didik itu dapat dikatogorikan kepada
·
Harmonis – tidak
harmonis
·
Stimulatif – Restriktif
Hubungan
harmonis ditandai oleh ciri-ciri :
a) Tujuan
pengajaran diterima oleh pendidik dan peserta didik
b) Pengalaman
belajar dirasakan nyaman oleh pendidik dan peserta didik
c) Pendidik
menampilkan peranannya sebagai pendidik dalam cara-cara yang selaras dengan
harapan peserta didik, begitupun peserta didik menampilkan peranan sebagai
peserta didik dalam cara-cara yang menerapkan pendidik.
Adapun
hubungan yang stimulatif ditandai oleh cirri-ciri
a) Menerima,
mengklarifikasi, dan mendorong gagasan dan perasaan peserta didik
b) Memberi
pujian atau penghargaan dan mendorong keberanian peserta didik
c) Merangsang
peserta didik berpartisipasi dalam mengambil keputusan dan mendorong keberanian
peserta didik dalam mengambil keputusan.
d) Memberikan
orientasi kepada peserta didik tentang tugas atau topik diskusi.
3. Kelompok
Teman Sebaya
Kelompok sebaya (peers group) adalah
suatu kelompok yang terdiri orang-orang yang bersamaan usianya, antara lain :
·
Kelompok bermain pada
masa kanak-kanak
·
Kelompok moseksual yang
hanya beranggotakan anak-anak sejenis kelamin
·
gang, yaitu kelompok
anak-anak nakal
Terdapat
beberapa fungsi kelompok sebaya terhadap anggotanya (Wayan Ardhan,1986)
a) Mengajar
berhubungan dan menyesaikan diri dengan orang lain
b) Memperkenalkan
kehidupan masyarakat yang lebih luas
c) Menguatkan
sebgaian dari nilai-nilai yang berlaku dalam kehidupan masyarakat orang dewasa.
d) Memberikan
kepada anggota-anggotanya cara-cara untuk membebaskan diri dari pengaruh
kekuasan otoritas
e) Memberikan
pengalaman untuk mengadakan hubungan yang didasarkan pada prinsip persamaan
hak.
f) Memberikan
pengetahuan yang tidak bisa diberikan oleh keluarga secara memuaskan
g) Memperluas
cakrawala pengalaman peserta didik, sehingga ia menjadi orang yang lebih
kompleks.
Kelompok sebaya
yang suasanya hangat, menarik, dan tidak eksploitasi dapat membantu untuk
memperoleh pemahaman tentang :
1. konsep
diri, masalah, dan tujuan yang lebih jelas
2. perasaan
berharga
3. perasaan
optimis terhadap masa depan
Sebaliknya jika
kelompok sebaya tersebut exploitatif dapat menhambat perkembangan peserta didik
bisa terjerumus dalam perbuatan kriminal dan abnormal.Pengaruh kelompok teman
sebaya terhadap remaja berkaitan erat dengan keluarga. Dalam keluarga yang
berhubungan baik ,remaja cenderung dapat menghindarkan diri dari pengaruh
negative temannya, dibandingkan dengan remaja yang hubungan dengan orang tuanya
kurang baik.
4. Lingkungan
Masyarakat
Ikatan antara masyarakat dan
pendidikan dapat ditinjau dari tiga sisi (Samsunuiyat Mar’at ,2005) :
a.
Masyarakat sebagai
penyelenggara pendidikan, baik yang dilembagakan (jalur sekolah dan jalur luar
sekolah) maupun yang tidak dilembagakan (jalur luar sekolah).
b.
Lembaga-lembaga
kemasyarakatan dan/atau kelompok sosial di masyarakat, baik langsung maupun tak
langsung, ikut mempunyai peran dan fungsi edukatif.
c.
Dalam masyarakat
tersedia berbagai sumber belajar, baik yang dirancang (by design) maupun yang
dimanfaatkan (utility).
Fungsi
masyarakat sebagai pusat pendidikan sangat tergantung pada taraf perkembangan
dari masyarakat itu beserta sumber-sumber belajar yang tersedia didalamnya.
Terdapat sejumlah lembaga kemasyarakatan
dan/atau kelompok sosial yang mempunyai peran dan fungsi edukatif yang besar,
antara lain: kelompok sebaya, organisasi kepemudaan (pramuka, karang taruna,
peserta didik mesjid,dan sebagainya), organisasi keagamaan, organisasi ekonomi,
organisasi politik, organisasi kebudayaan, media massa, dan sebagainya lembaga/kelompok
sosial tersebut pada umumnya memberikan kontribusi bukan hanya dalam proses
sosialisasi tetapi juga dalam peningkatan pengetahuan dan keterampilan
anggotanya. Setelah keluarga, kelompok sebaya mungkin paling besar pengaruhnya
terhadap perkembangan peserta didik.
Organisasi kepemudaan pada umumnya
mempunyai prinsip dasar yang sama yakni menyalurkan hasrat berkelompok dari
pemuda kepada hal-hal yang berguna. Organisasi ini mempunyai berbagai jenis
latar yang berbeda, seperti sosial edukatif (OSIS, Pramuka, Palang Merah
Peserta Didik, Patroli Keamanan Sekolah, dsb),sosial keagamaan, sosial politik,
dsb. Disamping pengetahuan dan keterampilan, organisasi kepemudaan tersebut
terutama sangat bermanfaat dalam membantu proses sosialisasi serta mengembangkan
aspek afektif dari kepribadian (kejujuran, disiplin, tanggung jawab, dan
kemandirian).
Peranan organisasi keagamaan pada
umumnya sangat penting karena berkaitan dengan keyakinan agama. Maka,
organisasi tersebut menyediakan program pendidikan yakni : (1) Mengajarkan
keyakinan serta praktek-praktek keagamaan dengan cara memberikan
pengalaman-pengalaman yang meyenangkan bagi mereka, (2) Mengajarkan kepada
mereka tingkah laku dan prinsip-prinsip moral yang sesuai dengan
keyakinan-keyakinan agamanya. (3) Memberiakn model-model bagi perkembangan
watak (Waryan Ardhani,1986)
Salah satu faktor dalam lingkungan
masyarakat yang makin penting peranannya yakni media massa. Media massa itu
mempunyai tiga fungsi, yakni informasi, edukasi, dan rekreasi. Media massa sebagai
alat komunikasi dan rekreasi yang menjangkau banyak orang telah menjadi suatu
kekuatan pendorong besar dalam kehidupan orang termasuk peserta didik. Wayan
Ardhana (1986:Modul 4/23) mengemukakan bahwa media massa memiliki tiga macam
pengaruh yaitu:
1.
Pengaruh sosialisasi
dalam arti luas, utamanya tentang sikap dan nilai-nilai dasar masyarakat serta
model tingkah laku dalam berbagai bidang kehidupan.
2.
Pengaruh khusus jangka
pendek, media massa mungkin menyebabkan orang membeli produk tertentu ataupun
member suara/ pendapat dengan cara tertentu.
3.
Media massa memberikan
pendidikan dalam pengertian yang lebih formal, yaitu dalam memberikan informasi
atau menyajikan pengajaran dalam suatu bidang studi tertentu. Ketiga fungsi
tersebut tentu saja diluar dari fungsi memberikan rekreasi dan hiburan.
B. Instansi-Instansi
yang Berperan Dalam Membantu Perkembangan Peserta Didik
Peserta didik di SLTP atau SLTA adalah
peserta didik yang berada pada periodisasi remaja. Remaja sebagain individu
sedang berada dalam proses atau menjadi (becomming),yaitu berkembang kearah
kematangan atau kemandirian. Untuk mencapai kematangan tersebut, remaja
memerlukan bimbingan karena mereka masih kurang memiliki pemahaman atau wawasan
tentang dirinya dan lingkungannya, juga pengalaman dalam menentukan arah
kehidupannya. Disamping terdapat suatu keniscayaan bahwa suatu proses
perkembangan individu tidak selalu berkembang secara mulus atau steril dari
masalah. Dengan kata lain, proses perkembangan itu tidak selalu berjalan dalam
alur-alur yang linier, lurus atau searah dengan potensi, harapan dan
nilai-nilai yang dianut, karena banyak faktor yang menghambatnya.
Faktor penghambat ini bisa bersifat
internal dan eksternal. Faktor penghambat yang bersifat eksternal adalah yang
berasal dari lingkungan. Iklim lingkungan yang tidak kondusif itu, seperti
ketidakstabilan dalam kehidupan sosial politik, krisis ekonomi, perceraian
orang tua, sikap dan perlakuan orang tua yang otoriter atau kurang memberikan
kasih sayang dan pelecehan nilai-nilai moral atau agama dalam kehidupan
keluarga maupun masyarakat.
Iklim
lingkungan yang tidak sehat tersebut, cenderung memberikan dampak yang kurang
baik bagi perkembangan remaja dan sangat mungkin mereka akan mengalami
kehidupan yang tidak nyaman, stres atau depresi. Dalam kondisi seperti inilah,
banyak remaja yang meresponnya dengan sikap dan perilaku yang kurang wajar dan
bahkan amoral, seperti kriminalitas, meminum minuman keras, penyalahgunaan obat
terlarang, tawuran dan pergaulan bebas.
Penyimpangan perilaku remaja di negara
barat, tampaknya telah menggejala juga dikalangan remaja atau kawula muda
negeri tercinta kita ini yang kondisinya semakin memprihatinkan. Apalagi jika
kondisi ini dikaitkan dengan pernyataan Dadang Hawari (PR, 5 Juli 1999), yaitu
bahwa dewasa ini Indonesia tidak lagi menjadi tempat transit tetapi sudah
menjadi pasar peredaran Narkotika, Alkohol, dan Zat Adiktif (NAZA) yang cukup
memprihatinkan. Berdasarkan data tahun 1995, jumlah pasien penderita
ketergantungan NAZA sudah mencapai 130.000 jiwa. Dengan asumsi itu maka jumlah
pengguna NAZA diperkirakan sudah mencapai 1,3 juta jiwa. Apabila dikaitkan
dengan masalah bisnis maka setiap hari sedikitnya terjadi transaksi NAZA
mencapai nilai yang cukup fantastis, yakni sebesar Rp. 130 miliar. (Syamsu
Yusuf. 2002)
Untuk mencegah semakin merebaknya
penggunaan NAZA oleh remaja atau penyimpangan perilaku lainnya (seperti free
sex,tawuran, dan kriminalitas),maka perlu diadakan upaya –upaya pencegahan
(preventif),seperti :
1.
Memberikan informasi
kepada masyarakat,khususnya remaja tentang bahayanya NAZA yang dikaitkan dengan
hukumnya menurut agama
2.
Pemerintah memberantas
peredaran NAZA,menghukum para pengedar dan pemakai dengan hukuman yng berat
3.
Ditingkatkan bimbingan
agama kepada remaja baik di lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat
4.
Bekerjasama dengan
pihak-pihak terkait untuk menciptakan iklim yang kondusif bagi kenyamanan
sosio-psokologis dan kehidupan beragam masyarakat
5.
Berupaya mencegah
lahirnya faktor-faktor yang menyebabkan perilaku penyimpangan remaja.
Instansi
terkait tersebut misalnya Bespa,Kepolisian,dan lembaga/pusat rehabilitasi.
Bentuk
kerjasama dapat berupaya pemberian informasi penyimpangan perilaku
(NAZA,Perkelahian, free sex,aborsi dan lain-lain). Dapat pula sekolah melakukan
kunjungan ke pusat rehabilitasi sehingga peserta didik dapat melihat secara
langsung dampak dari perilaku yang menyimpang.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Ada beberapa lingkungan pendukung dan
penghambat perkembangan peserta didik, pendukung dan penghambat perkembangan
tersebut adalah keluarga,sekolah,teman sebaya dan masyarakat.
Lingkungan keluarga merupakan lingkungan
pertama bagi peserta didik, oleh karena itu peran keluarga sangat besar
berpengaruh yang berhubungan dengan keluarga adalah keberfungsian keluarga,pola
hubungan orang tua dengan anak dan kelas sosial dan status ekonomi.
Sedang lingkungan sekolah yang
berpengaruh adalah menyangkut iklim dan kondisi sekolah termasuk didalamnya
keefektifan sekolah dan kualitas pendidik baik karakteristik pribadi maupun
kompetisinya.
Kelompok sebaya merupakan lingkungan
yang cukup kuat berpengaruh pada perkembangan peserta didik. Kelompok sebaya
yang suasananya menarik dan tidak eksploratif merupakan pendukung perkembangan.
Sebaliknya kelompok sebaya yang eksploratif akan menghambat perkembangan.
Masyarakat merupakan lingkungan yang
mendukung & menghambat perkembangan. Peran organisasi pemuda, teman sebaya.
Organisasi keagamaan merupakan lingkungan yang sangat efektif, lingkungan
masyarakat yang paling penting adalah media massa. Peranan media massa semakin
menentukan karena kemampuan teknologi komunikasi.
Untuk
membantu perkembangan peserta didik, diluar kesanggupan dan wewenang keluarga
maupun sekolah, sekolah diharapkan dapat menjalin hubungan kerjasama dengan
instansi tertentu. Instansi tersebut antara lain : Bispa,kepolisian dan pusat
rehabilitasi. Bentuk kerja sama bisa dalam bentuk mendatangkan narasumber atau
kunjungan langsung ke pusat rehabilitasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar